Jumat, 30 Maret 2012

Teliti dalam Mengamati Anggota Keluarga


Teliti dalam Mengamati Anggota Keluarga


 Siapakah teman-teman anak-anak anda? Apakah mereka telah bertemu dengan anda atau engkau mencari tahu tentang mereka? Apa yang dilakukan oleh anak-anak bersama mereka di luar rumah? Apa yang ada sesuatu di dalam laci dan tas mereka, di bawah bantal, kasur dan apa yang mereka rahasiakan? Kemana anak gadis anda pergi dan dengan siapa? Sebagian orangtua tidak mengetahui kalau ternyata di dalam lemari anaknya terdapat gambar-gambar dan kaset video yang tidak mendidik (porno), bahkan kadang-kadang minuman/pil memabukkan.

Sebagian mereka tidak tahu, anak gadisnya pergi ke pasar bersama pembantu, lalu ia menyuruh pembantu itu menungguinya bersama sopir, selanjutnya ia pergi sesuai janjinya dengan salah seorang kekasihnya, sebagian lain pergi menghisap rokok bersama kawan-kawan sepermainannya yang jahat.
Mereka yang bisa lepas diri dari anak-anaknya itu tidak akan bisa lepas dari persaksian pada Hari Yang Agung, dan mereka tidak akan bisa lari dari kengerian Hari Pembalasan. “Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan meminta pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaganya atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya.”
Tetapi ada hal-hal yang perlu diperhatikan :
  1. Pengawasan itu hendaknya dengan diam-diam.
  2. Tidak untuk menakut-nakuti.
  3. Agar anak-anak tidak merasa kehilangan kepercayaan diri.
  4. Dalam menasehati dan memberi hukuman hendaknya memperhatikan umur, pengetahuan dan tingkat kesalahan yang mereka lakukan.
  5. Hati-hatilah untuk melakukan penelitian mendalam dan sensus jiwa.
Seseorang berkisah kepada penulis, seorang ayah memiliki komputer yang di dalamnya ia agendakan semua kesalahan-kesalahan anaknya dengan perincian tanggal dan hari sekaligus. Apabila terjadi  kesalahan baru, ia tampilkan kembali nama file yang khusus mencatat kesalahan anaknya tersebut,. lalu ia tulis kesalahan yang baru sehingga kesalahan-kesalahan itu terhimpun rapi, baik yang lama maupun yang baru.
Perlu untuk kita renungkan berdasarkan perilaku diatas bahwa kita bukan dalam perusahaan, dan ayah bukanlah malaikat yang ditugasi menulis semua dosa dan kesalahan. Ayah seperti itu hendaknya membaca banyak-banyak buku tentang dasar-dasar pendidikan dalam Islam.
Sebaliknya, penulis juga mengetahui ada orang-orang yang menolak sama sekali untuk ikut campur dalam urusan anak-anak mereka, dengan dalih anak tidak akan puas bahwa kesalahan yang ia lakukan itu sebagai kesalahan sampai ia terperosok di dalamnya, lalu ia mengetahui kesalahan itu dengan sendirinya.
Keyakinan yang menyimpang ini berasal dan muncul dari falsafah Barat serta teori kebebasan yang tercela. Sungguh, ini adalah hal yang jauh dari kebenaran. Sebagian orang melepaskan kendali untuk anaknya, karena takut -menurut anggapannya- anak itu akan membencinya, ia berkata, saya mencintainya apapun yang ia kerjakan.
Sebagian lain melepaskan kendali anaknya sebagai bentuk penolakan terhadap pendidikan ketat dan keras yang ia alami dari ayahnya dahulu (kakek si anak), ia menganggap bahwa anaknya harus ia perlakukan sebaliknya secara persis.
Sebagian lain ada yang sampai pada tingkat kebodohan yang sangat rendah hingga mengatakan: “Biarkanlah putera-puteri kita menikmati masa remajanya seperti yang mereka kehendaki”.
Apakah tipe ayah seperti itu terpikirkan di benaknya bahwa kelak anak-anak mereka pada hari Kiamat  akan memanggil-manggil orangtuanya dengan mengatakan: “Hai bapak, kenapa engkau membiarkan aku berbuat maksiat ?”