Bentuk Loyalitas Kepada Musuh Alloh
Memberikan loyalitas kepada musuh Alloh Subahanahu wa Ta’ala yaitu orang-orang kafir adalah perkara yang dilarang Alloh Subahanahu wa Ta’ala. Islam telah menetapkan loyalitas tunggal dalam segala hal yaitu kepada Alloh Subahanahu wa Ta’ala saja.
Bbentuk-bentuk loyalitas kepada musuh-musuh Islam yang dilarang oleh AllohSubahanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya adalah diantaranya sebagai berikut:
Pertama: Meniru/menyerupai mereka dalam berpakaian, ucapan dan lainnya, karena yang demikian ini menunjukkan kecintaan. Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” Pengharaman ini dalam hal-hal yang menjadi ciri khas mereka seperti adat istiadat, ibadah, sifat-sifat serta tingkah laku seperti mencukur jenggot, memanjangkan kumis, berpakaian, makan, minum dan lainnya.
Kedua: Bepergian ke negara mereka dengan tujuan wisata dan rekreasi. Bepergian ke negara kafir diharamkan kecuali dalam keadaan darurat, seperti: berobat, berdagang, dan belajar ilmu-ilmu tertentu yang bermanfaat, yang tidak mungkin didapat kecuali di negeri mereka. Hal ini diperbolehkan sebatas keperluan, dan jika keperluannya telah selesai, maka wajib kembali ke negara kaum muslimin. Diperbolehkan juga dengan syarat untuk senantiasa memperlihatkan ke-Islamannya, serta bangga dengan ke-Islamannya. Ia harus menjauhi tempat-tempat maksiat dan berhati-hati dari segala bentuk tipu daya para musuh-musuhnya pula. Diperbolehkan bahkan wajib bepergian ke negara mereka jika bertujuan untuk berdakwah dan menyebarkan Islam.
Ketiga: Membantu dan menolong mereka untuk mengalahkan kaum muslimin, memuji-muji dan membela mereka, hal ini merupakan bagian dari rusaknya aqidah ke-Islaman juga penyebab dari kemurtadan. Kita berlindung kepada Alloh dari yang demikian.
Keempat: Minta bantuan kepada mereka, percaya dan memberikan jabatan-jabatan yang di dalamnya terdapat rahasia-rahasia kaum muslimin, dan menjadikan mereka sebagai orang kepercayaan serta tempat bertukar pikiran. Alloh Subahanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka jumpai kamu, mereka berkata: ‘Kami beriman’, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): ‘Matilah kamu karena kemarhanmu itu.” Sesungguhnya Alloh mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana mereka bergembira karenanya.” (QS: Ali Imron: 118-120).
Alloh Subahanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa isi hati orang-orang kafir serta kebencian yang mereka sembunyikan terhadap kaum muslimin, dan apa yang mereka rencanakan untuk melawan kaum muslimin dengan tipu muslihat serta penghianatan. Mereka juga senantiasa menimpakan mudharat (bahaya) terhadap kaum muslimin dengan senantiasa menggunakan segala cara (sarana) untuk menyakiti orang-orang beriman. Dan sungguh mereka selalu memanfaatkan kepercayaan kaum msulimin, lalu mereka berencana untuk menimpakan bahaya terhadap kaum muslimin.
Abu Musa Al-Ay’ari berkata: Aku pernah berkata kepada Umar bin Khattab: “Aku mempunyai sekretaris seorang Nashrani.” Umar bin Khattab berkata: “Apa-apaan kamu ini, celakalah engkau! Tidakkah engkau mendengar firman AllohAlloh Subahanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.” (QS: Al-Maaidah: 51). Mengapa tidak mengambil orang muslim saja?” Lalu Abu Musa menjawab: “Wajai Amirul Mukminin, bagiku tulisannya dan baginya agamanya.!” Serentak Umar bin Khattab berkata: “Aku tidak akan menghormati mereka, sebab Alloh Alloh Subahanahu wa Ta’ala telah menjadikan mereka hina, dan aku tidak akan memuliakan mereka sebab Alloh Subahanahu wa Ta’alatelah menjadikan mereka rendah, dan aku tidak akan mendekati mereka disebabkan Alloh Subahanahu wa Ta’ala telah menjauhkan mereka (menjadikan mereka sangat jauh)” (HR: Imam Ahmad).
Dan Imam Ahmad dan Imam Muslim meriwayatkan: “Bahwa Rasululloh keluat menuju Badar, lalu seorang laki-laki musyrikin mengikuti beliau, kemudian bertemulah di suatu tempat (bernama Hirrah), seraya berkata, ‘Sesungguhnya aku ingin ikut dan terluka bersamamu.’, bersabdalah Rasululloh: “Berimankah kamu kepada Alloh dan Rasul-Nya?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Tidak!’, Kemudian Nabi bersabda: “Pulanglah kamu, sekali-kali aku tidak minta tolong kepada orang musyrik.”
Jadi jelaslah bagi kita haramnya memberikan pekerjaan-pekerjaan kaum muslimin kepada orang kafir. yang dengan itu memungkinkan orang kafir untuk menyelidiki keadaan dan rahasia-rahasia kaum muslimin serta mengadakan tipu daya yang membehayakan mereka. Di antara contoh yang gamblang yang terjadi akhir-akhir ini yaitu dengan didatangkannya orang-orang kafir ke negara kaum muslimin (seperti di negara dua tanah haram yang suci) lalu mereka dijadikan pekerja-pekerja, sopir-sopir, pembantu-pembantu, baby sister di rumah mereka sehingga mereka berbaur dalam satu rumah tangga kaum muslimin yang tinggal di negara tersebut.
Kelima: Memuji dan terpesona atas kemajuan mereka serta kagum atas tingkah laku dan kepandaian mereka dan mengabaikan akidah-akidah mereka yang bathil dan nama mereka yang rusak. Alloh Subahanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS: Thoha: 131).
Tetapi ayat tersebut bukanlah larangan bagi kaum muslimin untuk mengetahui rahasia sukses mereka dengan jalan belajar di bidang-bidang perindustrian (teknologi dan lain-lain), dasar-dasar ekonomi yang tidak dilarang oleh syari’at serta strategi-strategi lainnya yang tidak bertentangan dengan Syariat Islam, bahkan semua itu merupakan persoalan yang dituntut oleh Islam.
Alloh Subahanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” (QS: Al-Anfal: 60) Alloh Subahanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dia-lah Alloh yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS: Al-Baqarah: 29).
Maka merupakan suatu kewajiban bagi kaum muslimin untuk bersaing dalam menggali manfaat-manfaat dan potensi ini dan tidak perlu meminta-minta kepada orang kafir untuk mendapatkannya, mereka wajib memiliki pabrik-pabrik dan teknologi-teknologi canggih. wallohu a’lam bi shawaab