Makna Kebenaran...
Tiada kebenaran yang hakiki selain kebenaran yang berasal dan datang dari-Nya karena memang Dialah yang menciptakan, dari yang tiada menjadi ada dan dari yang ada menjadi tiada. Bukti-bukti begitu berlimpah bila manusia mau berpikir dan memperhatikan sehingga tidak mungkin bagi kita sebagai manusia, sebagai salah satu mahluk ciptaan-Nya, untuk menyangkal keberadaan dan ke-Esaan-Nya. Begitu pula dengan kitab suci-Nya, Al-Quranul Karim yang telah demikian banyak menerangkan dan membuktikan kekuasaan-Nya secara meyakinkan. Oleh sebab itu tiada jalan lain bagi kita selain harus menjadikan kitab tersebut sebagai satu-satunya petunjuk dan pedoman bagi hidup ini bila kita ingin selamat dan memenangkan permainan. Dan kemenangan tersebut hanya dapat dicapai dengan berpegang teguh pada agama yang benar, agama yang lurus, yaitu Islam.
“Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus”.(QS.Al-Zurkhuf(43):43).
Ilmu pengetahuan dan sains serta segala ilmu yang berhubungan langsung dengan kehidupan duniawi jelas memang diperlukan. Namun pengetahuan tersebut hendaknya dapat menjadikan kita makin sadar bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara, bagai sebuah permainan namun dengan taruhan yang bukan lagi hanya nyawa akan tetapi kehidupan kekal yang tak terbatas. Suatu kehidupan yang berada di luar jangkauan pemikiran duniawi. Kehidupan ghaib, yang tidak dapat dibuktikan dengan akal semata melainkan dibutuhkan adanya keyakinan dan keimanan.
Namun bila ilmu pengetahuan dan sains saat ini telah berhasil membuka berbagai tabir rahasia yang 14 abad silam tidak pernah terpikirkan dan terbayangkan, itu semua berkat Allah swt, Sang Khalik Yang Maha Cerdas memang telah berkenan memperlihatkan sistim serta aturan kerja-Nya kepada kita, manusia yang diciptakan-Nya. Dan sebagai konsekwensinya, mustinya kita menyadari pula betapa hebat dan canggihnya ilmu Allah.
Kemudian menyatu dengan pemahaman Al-Quranul Karim serta pemahaman ilmu hadis yang baik, seharusnya kitapun menyadari bahwa saat ini kita semua sedang menuju kepada sebuah akhir dari sebuah perjalanan, perjalanan Sang Khalifah dalam menjalankan misinya. Misi perorangan yang diawali dengan adanya perjanjian manusia di alam ruh hingga berakhirnya kehidupan di dunia menuju alam kubur serta misi universal yang diawali dengan adanya peristiwa pembentukan alam semesta ”Big Bang ” hingga hancurnya alam semesta ” Big Crunch”. Maka dimulailah kehidupan akhirat yang diawali dengan pelaksanaan mahkamah peradilan akhirat untuk mempertanggung-jawabkan apa yan telah dilakukan manusia selama hidupnya di muka bumi ini sebagai khalifah.
Tugas sebagai khalifah di muka bumi yang dibebankan kepada manusia memang bukan tugas mudah. Untuk itulah maka pada setiap zaman Allah swt menurunkan para Rasul dan kitab kepada manusia. Semua ini dimaksudkan agar manusia mempunyai pegangan dan landasan yang jelas bagaimana menjalani kehidupan ini. Inilah agama yang benar. Akan tetapi orang yang menyatakan bahwa dirinya telah menjalankan agamanya dengan benar namun ternyata prilakunya tidak baik, tidak dapat dikatakan ia telah beragama dengan benar. Karena dengan beragama seharusnya lingkungannya, baik lingkungan antar sesama manusia maupun alam sekitarnya akan menjadi aman dan tentram, bukan malah sebaliknya.
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”; “Agama adalah akhlak yang baik”; “Seorang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling sempurna ahklaknya”; “Rasulullah ditanya: “Apa yang paling banyak mengantarkan manusia ke surga ?”. Rasulullah menjawab : “Akhlak yang baik”; “Apa yang paling banyak mengantarkan manusia ke neraka?”. Rasulullah menjawab: “Mulut dan kemaluan”. (HR Tarmidzi).
Jadi orang yang menjalankan agamanya dengan baik semestinya tercermin dari prilakunya. Mereka pandai menjaga kehormatan dan menjaga lisannya. Mereka tidak mau menyakiti hati orang lain serta mudah meminta maaf sekaligus memaafkan kesalahan orang lain. Mereka juga tidak suka menggunjing dan menyebar fitnah. Mereka adalah juga orang-orang yang sabar dalam menghadapi segala cobaan. Mereka adalah orang-orang yang pandai menjaga amanah dan menepati janji.
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna dan orang-orang yangmenunaikan zakat dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yangmemelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya dan orang-orang yang memelihara shalat-shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,(ya`ni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya”.(QS.Al-Mukminun(23):1-11).
Mereka juga gemar membantu meringankan kesulitan orang lain, saling nasehat menasehati dalam kebaikan serta tidak dengki maupun sombong. Kita harus selalu ingat bahwa kemurkaan Allah SWT yang menyebabkan diturunkannya hukuman dan kutukan Allah SWT terhadap Iblis adalah dikarenakan kesombongannya padahal mulanya Iblis adalah seorang hamba yang shaleh dan takwa. Ringkas kata, orang yang menjalankan agama dengan penuh ketaatan dan menyempurnakannya, hidup dan kehadirannya benar-benar terasa manfaatnya bagi orang lain.
Dalam kehidupan ini dapat kita lihat sebenarnya ada beberapa macam prilaku manusia pada saat seseorang meninggal dunia. Yang pertama, begitu banyak orang yang merasa bersedih dan merasa kehilangan atas dirinya. Yang kedua, hanya keluarganya saja yang merasa sedih dan berduka ketika ditinggalkannya. Yang ketiga, tak seorangpun merasa kehilangan akan dirinya. Artinya, orang ini baik ketika hidup maupun mati tidak memberikan pengaruh apa-apa kepada orang lain. Tak seorangpun yang merasa ia pernah ada. Dan yang terakhir adalah seseorang yang ketika ia meninggal dunia semua orang merasa senang, bersuka cita dan lega atas kepergiannya. Orang seperti ini tidak saja tidak bermanfaat namun justru selalu membuat keonaran, kejengkelan bahkan kebencian. Keberadaannya sungguh tidak diharapkan.
Sebaliknya, untuk menjadi orang yang selalu diharapkan kehadirannya, tentu saja harus memiliki prilaku yang baik. Dan prilaku tersebut sebenarnya akan muncul dengan sendirinya ketika seseorang menjalankan agamanya berdasarkan ilmu yang benar. Kemudian ditambah dengan kemauan yang kuat dan kemampuan yang terus diusahakan dan ditingkatkan maka akan lahir akhlak yang mulia dan terpuji. Satu hal yang harus dicatat, agama Islam tidak hanya semata-mata menekankan tercapainya tujuan yang baik, namun niat dan caranyapun harus baik dan benar. Sebagai contoh : seseorang yang memberikan hartanya kepada orang miskin. Tujuannya sudah baik, namun bila harta yang diberikan tersebut tidak halal atau ia memberikan harta tersebut karena ingin dipuji orang lain, maka Allah SWT tidak akan memberikan balasan atau pahala baginya.
Jadi tindakan dan perbuatan apapun dalam Islam harus berdasarkan kecintaan dan ketaatan kepada-Nya semata. Shalat, zakat dan infak, puasa, patuh dan taat kepada Rasul, hormat dan taat kedua orang-tua, kepada suami, kepada para pemimpin bahkan belajar, menuntut ilmu, bekerja dan berusaha serta saling mencinta diantara suami-istri, saling menyayangi diantara sesama manusia dan bahkan peduli terhadap alam semesta beserta seluruh isinya, bila itu semua dikarenakan oleh-Nya maka Allah SWT akan menghitungnya sebagai ibadah dan baginya pahala yang tak terkira. Oleh sebab itu, apapun tindakannya harus berlandaskan perintahNya. Hukum yang berlakupun adalah hukumNya. Ini adalah bagian dari sistim yang diciptakan-Nya.
Maka dengan demikian alam semesta akan terus berputar dengan segala keteraturan dan kesempurnaannya mengikuti sistim yang telah berjalan sejak milyaran tahun yang lalu hingga waktu yang telah ditentukan-Nya.
Akhir kata, semoga ilmu pengetahuan yang kita peroleh tidak menjadikan kita malah menjadi sombong serta congkak dan semoga kita tidak termasuk hambanya yang menyesal kelak di kemudian hari, amin.
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.” Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur’an ketika Al Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalahsyaitan itu tidak mau menolong manusia”.(QS.Al-Furqon(25):27-29).
Wallahu’alam bishshawab.