Sekilas Tentang Khitan (Bagi Pria dan Wanita)
Khitan tidak hanya dilakukan pada laki-laki, tetapi juga dilakukan pada kaum wanita. Khitan bagi laki-laki adalah memotong semua qulfah (kulit) yang menutupi ujung dzakar, sedangkan bagi wanita adalah memotong bagian kulit yang menonjol (ke atas) farjinya saja.
Khitan merupakan sunnah Nabi Ibrahim. Nabi Shallallahu alaihi wa Salambersabda, yang artinya: “Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah menginjak usia 80 tahun dan beliau berkhitan dengan kapak.” (HR: Al-Bukhari)Berkhitan boleh setelah baligh. Ibnu Abbas ditanya, yang artinya: “Seusia siapa engkau tatkala Rasululloh Shallallahu alaihi wa Salam meninggal dunia?” Ibnu Abas berkata: “Saya pada waktu itu sudah dikhitan, dan orang-orang (jaman itu) tidak mengkhitan laki-laki hingga dia baligh.” (HR: Al-Bukhari) Di antara fungsi khitan bagi laki-laki adalah membuang tempat bersarangnya kotoran dan najis. Sedang bagi wanita adalah (di antaranya) untuk menstabilkan rangsangan syahwatnya. Jika dikhitan terlalu dalam bisa membuat dia tidak memiliki hasrat sama sekali, sebaliknya, jika kulit yang menonjol ke atas vaginannya (Klitoris) tidak dipotong bisa berbahaya, karena kalau tergesek atau tersentuh sesuatu dia cepat terangsang. Maka Rasululloh Shallallahu alaihi wa Salam bersabda kepada tukang khitan wanita (Ummu A’Thiyyah), yang artinya: “Janganlah kau potong habis, karena (tidak dipotong habis) itu lebih menguntungkan bagi perempuan dan lebih disenangi suami.” (HR: Abu Dawud)Mengenai khitan bagi wanita ini memang kurang dikenal oleh sebagian besar masyarakat kita, namun semoga saja melalui informasi ini, kita mulai mengamalkannya dan bagi muslimah dengan profesi medis mulai mempelajari atau mendalami hal ini sehingga membantu umat Islam dalam melaksanakan khitan bagi kaum wanita, sehingga jangan sampai yang mengkhitan muslimah yang baligh adalah para lelaki.Sebuah kekhawatiran apabila tidak di khitan bagi wanita adalah akan menyebabkan menjadi salah satu pendorong dia menjadi lesbian. Maka dari itu Islam memerintahkan agar menstabilkan syahwatnya dengan cara khitan.
(Sumber Rujukan: Shohih Al-Bukhori; Sunan Abu Dawud; Ahkamun Nisa’)