Selasa, 10 April 2012

Berbakti kepada Kedua Orang Tua


Pentingnya Berbakti kepada Kedua Orang Tua


 Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua –dalam wacana Islam- adalah persoalan utama, dalm jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat baik terhadap sesama manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah cukup menegaskan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga RasulullahSallallahu ’Alaihi Wa Sallam dalam banyak sabdanya, dengan memberikan ‘bingkai-bingkai’ khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih saksama. Di antara tumpukan bukti tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Allah Subhanahu Wata’alamenggandengkan’ antara perintah untuk beribadah kepada-Nya, dengan perintah berbuat baik kepada orang tua:
“Allah Subhanahu Wata’ala telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)
  1.  Allah Subhanahu Wata’alamemerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada orang tuanya, meskipun mereka kafir
“Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang jelas-jelas tidak ada pengetahuanmu tentang hal itu, jangan turuti; namun perlakukanlah keduanya secara baik di dunia ini.” (Luqmaan : 15)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di atas menunjukkan diharuskannya memelihara hubungan baik dengan orang tua, meskipun dia kafir. Yakni dengan memberikan apa yang mereka butuhkan. Bila mereka tidak membutuhkan harta, bisa dengan cara mengajak mereka masuk Islam..”
  1. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.
Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin berjihad kepada Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam, Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
  1. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga.
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” (Riwayat Muslim)
Beliau juga pernah bersabda:
“Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju Surga. Bila engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hadits ini shahih.” Riwayat ini juga dinyatakan shahih, oleh Al-Albani.) Menurut para ulama, arti ‘pintu pertengahan’, yakni pintu terbaik.
  1. Keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala, berada di balik keridhaan orang tua.
“Keridhaan Allah Subhanahu Wata’alabergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah Subhanahu Wata’ala, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua.”
  1. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.
Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam  sambil mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku telah melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau bertanya, “Engkau masih mempunyai seorang ibu?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” “Bibi?” Tanya Rasulullah lagi. “Masih.” Jawabnya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda, “Kalau begitu, berbuat baiklah kepadanya.”
Dalam pengertian yang ‘lebih kuat’, riwayat ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses taubat dan pengampunan dosa. Mengingat, bakti kepada orang tua adalah amal ibadah yang paling utama.
Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari sekadar berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki nilai-nilai tambah yang semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah ‘bakti’. Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun bukanlah balasan yang setara untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.
Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.”
Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:
Pertama: Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.
Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.


وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (DQ. Al-Isra: 23-24)
Ini adalah perintah untuk mengesakan Sesembahan, setelah sebelumnya disampaikan larangan syirik. Ini adalah perintah yang diungkapkan dengan kata qadha yang artinya menakdirkan. Jadi, ini adalah perintah pasti, sepasti qadha Allah. Kata qadha memberi kesan penegasan terhadap perintah, selain makna pembatasan yang ditunjukkan oleh kalimat larangan yang disusul dengan pengecualian: “Supaya kamu jangan menyembah selain Dia…” Dari suasana ungkapan ini tampak jelas naungan penegasan dan pemantapan.
Jadi, setelah fondasi diletakkan dan dasar-dasar didirikan, maka disusul kemudian dengan tugas-tugas individu dan sosial. Tugas-tugas tersebut memperoleh sokongan dari keyakinan di dalam hati tentang Allah yang Maha Esa. Ia menyatukan antara motivasi dan tujuan dari tugas dan perbuatan.
Perekat pertama sesudah perekat akidah adalah perekat keluarga. Dari sini, konteks ayat mengaitkan birrul walidain (bakti kepada kedua orangtua) dengan ibadah Allah, sebagai pernyataan terhadap nilai bakti tersebut di sisi Allah:
Setelah mempelajari iman dan kaitannya dengan etika-etika sosial yang darinya lahir takaful ijtima’I (kerjasama dalam bermasyarakat), saat ini kita akan memasuki ruang yang paling spesifik dalam lingkaran interaksi sosial, yaitu Birrul walidain (bakti kepada orang tua). 
“Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”
Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambaran-gambaran yang inspiratif inilah Al-Qur’an Al-Karim menggugah emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati anak-anak.
Hal itu karena kehidupan itu terdorong di jalannya oleh orang-orang yang masih hidup; mengarahkan perhatian mereka yang kuat ke arah depan. Yaitu kepada keluarga, kepada generasi baru, generasi masa depan. Jarang sekali kehidupan mengarahkan perhatian mereka ke arah belakang..ke arah orang tua..ke arah kehidupan masa silam..kepada generasi yang telah pergi! Dari sini, anak-anak perlu digugah emosinya dengan kuat agar mereka menoleh ke belakang, ke arah ayah dan ibu mereka.
Sebelum masuk ke inti pembahasan, ada catatan penting yang harus menjadi perhatian bersama dalam pembahasan birrul walidain; ialah Islam tidak hanya menyeru sang anak untuk melaksanakan birrul walidain, namun Islam juga menyeru kepada para walidain (orang tua) untuk mendidik anaknya dengan baik, terkhusus dalam ketaan kepada Allah dan Rasulul-Nya. Karena hal itu adalah modal dasar bagi seorang anak untuk akhirnya menjadi anak sholih yang berbakti kepada kedua orangtuanya. Dengan demikian, akan terjalin kerjasama dalam menjalani hubungan keluarga sebagaimana dalam bermasyarakat.
Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti kepada orang tua ialah datang serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia“ . Dalam artian setelah manusia telah mengikrakan ke-imanannya kepada Allah, maka manusia memiliki tanggungjawab kedua, yaitu “Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
Jika kita bertanya, mengapa perintah birrul walidain begitu urgen sehingga ia datang setelah proses penghambaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala?? Al-Quran Kembali menjawab
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”(Al-Ahqaf: 15) 
Ketika orangtua berumur muda, kekuatan fisik masih mengiringinya, sehingga ia bertanggungjawab untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Namuun saat mereka berumur tua renta, dan anaknya sudah tumbuh dewasa berbaliklah roda tanggungjawab itu.
Para pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa dilihatnya, mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya dari suatu temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa diberikan oleh pembantu, ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang buah hatilah rasa cinta dan kasih sayang dapat diraihnya. 
Kedua orang tua secara fitrah akan terdorong untuk mengayomi anak-anaknya; mengorbankan segala hal, termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap setiap nutrisi dalam benih hingga hancur luluh; seperti anak burung yang menghisap setiap nutrisi yang ada dalam telor hingga tinggal cangkangnya, demikian pula anak-anak menghisap seluruh potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian dari kedua orang tua, hingga ia menjadi orang tua yang lemah jika memang diberi usia yang panjang. Meski demikian, keduanya tetap merasa bahagia!
Adapun anak-anak, secepatnya mereka melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran mereka ke arah depan. Kepada istri dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari sini, orang tua tidak butuh nasihat untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang perlu digugah emosinya dengan kuat adalah anak-anak, agar mereka mengingat kewajiban terhadap generasi yang telah menghabiskan seluruh madunya hingga kering kerontang!
Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bentuk qadha dari Allah yang mengandung arti perintah yang tegas, setelah perintah yang tegas untuk menyembah Allah.
Usia lanjut itu memiliki kesan tersendiri. Kondisi lemah di usia lanjut juga memiliki insprasinya sendiri. Kataعندكyang artinya “di sisimu” menggambarkan makna mencari perlindungan dan pengayoman dalam kondisi lanjut usia dan lemah. “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka…” Ini adalah tingkatan pertama di antara tingkatan-tingkatan pengayoman dan adab, yaitu seorang anak tidak boleh mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kekesahan dan kejengkelan, serta kata-kata yang mengesankan penghinaan dan etika yang tidak baik. “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Ini adalah tingkatan yang paling tinggi, yaitu berbicara kepada orang tua dengan hormat dan memuliakan.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…” Di sini ungkapan melembut dan melunak, hingga sampai ke makhluk hati yang paling dalam. Itulah kasih sayang yang sangat lembut, sehingga seolah-olah ia adalah sikap merendah, tidak mengangkat pandangan dan tidak menolak perintah. Dan seolah-olah sikap merendah itu punya sayap yang dikuncupkannya sebagai tanda kedamaian dan kepasrahan .Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.
Belaian anak saat orang tua telah berumur lanjut ialah kenikmatan yang tak terhingga. Wajarlah kiranya al-Quran memberikan pengkhususan dalam birrul walidain ini saat kondisi mereka tua renta, yaitu:
 1. Jangan mengatakan kata uffin (ah)
 2. Jangan membentak
 3. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
4. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan
5.Dan do’akanlah mereka.
Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak). Jadi janganlah kita mengatakan kata-kata yang mengandung makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena pada umur lanjut inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan jam mereka membutuhkan kehadiran kita disisinya.

Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat menghantarkan sang anak kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang menajalani pagi harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi)
Dengan demikian merugilah para anak yang hidup bersama orang tuanya di saat tua renta namun ia tidak bisa meraih surga, karena tidak bisa berbakti kepada keduanya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallammengatakan tentang ihwal mereka
عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِالْجَنَّةَ ».
“Dari Suhaili, dari ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda : ”Merugilah ia (sampai 3 kali). Para Shahabat bertanya : ”siapa ya Rosulullah?Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda :“Merugilah seseorang yang hidup bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat mereka tua renta, namun ia tidak masuk surga” (HR. Muslim).
Terkait cara berbakti kepada orang tua, memulai dengan perkataan yang baik. Kemudian diiringi denganmeringankan apa-apa yang menjadi bebannya. Dan bakti yang tertinggi yang tak pernah dibatasi oleh tempat dan waktu ialah DOA. Do’a adalah bentuk bakti anak kepada orang tua seumur hidup-nya. Do’alah satu-satunya cara yang diajarkan Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambagi anak-anak yang pernah menyakiti orangtuanya namun mereka meninggal sebelum ia memohon maaf kepadanya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda : “Bahwasanya akan ada seorang hamba pada hari kiamat nanti yang diangkat derajatnya, kemudian ia berkata “Wahai tuhanku dari mana aku mendapatkan (derajat yang tinggi) ini??. Maka dikatakanlah kepadanya “Ini adalah dari istighfar (doa ampunan) anakamu untukmu” (HR.Baihaqi)
Adapun doa yang diajarkan, ialah sebagaimana termaktub dalam al-Quran :
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرً
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Al-Isra’: 24).
Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah Subhanahu Wata’ala lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.
Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari ayahnya:
“Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf. Lalu ia bertanya kepada NabiSallallahu ’Alaihi Wa Sallam, “Apakah aku telah menunaikan haknya?” Nabi Sallallahu ’Alaihi Wa Sallammenjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan nafas kesakitan saat melahirkan.”

 Dalam ayat lain Al-Quran mengajar doa yang begitu indah, ialah doa yang mencakup bagi kita, orang tua dan keturunan kita :
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Ya Allah.., tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Al-Ahqaf : 15). Wallahu a’lam.