Minggu, 01 April 2012

VI.Dakwah secara rahasia ( Sirriyatud Dakwah).


VI.Dakwah secara rahasia ( Sirriyatud Dakwah).

Tidak ada sedikitpun alasan bagi Khadijah untuk tidak mempercayai apa yang diceritakan lelaki yang telah menemaninya dalam suka dan duka selama 15 tahun pernikahan itu. Muhammad tidak pernah sekalipun berbohong dan ia juga tidak gila. Bahkan dengan kata-kata lembut namun tegas ia menjawab bahwa tidak mungkin apa yang dilihat suaminya itu setan ataupun jin karena Muhammad adalah orang yang memiliki sifat dan akhlak terpuji. 
Jawaban yang begitu meyakinkan ini tentu saja membuat Muhammad yang tadinya khawatir bahwa ia telah diganggu jin jahat menjadi tenang kembali.
Itu sebabnya Muhammad tidak menolak ajakan Khadijah untuk menemui Waraqah bin Naufal demi menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. 
Waraqah adalah sepupu Khadijah yang dikenal alim. 
Ia adalah pendeta Nasrani yang menguasai kitabnya dengan sangat baik. Ialah yang kemudian menerangkan bahwa  kitabnya menceritakan apa yang dialami para nabi sejak dahulu. 
Menurutnya sosok raksasa yang mendatangi Muhammad dari balik langit itu adalah malaikat Jibril yang biasa menyampaikan wahyu dari Tuhannya. 
Ia bahkan bersumpah bila Muhammad memang adalah nabi, sesuai dengan apa yang telah diramalkan Injil, kitab sucinya, ia akan menjadi orang yang pertama membaiatnya.
Namun beberapa bulan setelah kejadian di jabal Nur itu Muhammad tidak pernah lagi didatangi sosok bernama Jibril itu lagi. Muhammad sempat kecewa dan merasa bahwa  ia telah ditinggalkan Tuhannya. Tampaknya Allah sedang menguji kesabaran calon utusan-Nya ini.
Hingga pada suatu saat, Muhammad kembali melihat sosok tersebut berada di antara langit dan bumi seraya berkata : ” Wahai Muhammad, kamu adalah utusan Allah kepada manusia”. 
Muhammad sangat terkejut dan lari ketakutan. 
Ia segera pulang dan meminta istrinya menyelimuti dirinya. 
Namun kali ini mahluk asing tersebut terus mengejarnya dan berkata :
” Hai orang yang berkemul (berselimut) bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”. (QS.Al-Mudatsir(74):1-7).
Sejak  itulah Muhammad menyadari bahwa dirinya adalah utusan Allah. Dan melalui perantaraan Malaikat Jibril, beliau menerima perintah, larangan dan tugas dari Allah swt, Sang Pencipa Yang Maha Esa. Itulah kumpulan wahyu, Al-Quranul Karim, yang diterimanya selama 22 tahun 2 bulan 22 hari hingga ajal menjemputnya di usianya yang ke 63 tahun.
“ Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.
” Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.  Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? ” (QS.An-Najm(53):1-12).
Ayat-ayat Al-Quran diturunkan secara berangsur dan bertahap. 
Kadang turun ketika terjadi permasalahan dimana Rasulullah tidak atau belum mengetahui jawabnya tetapi lebih sering lagi turun begitu saja. 
Dengan cara ini banyak hikmah yang bisa diambil diantaranya yaitu lebih mudah memahami dan menghafalkannya.
“Dan Al Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian”. (QS.Al-Isra’(17):106).
Di kemudian hari para ahli tafsir membagi ayat-ayat tersebut berdasarkan tempat  turunnya. 
Yang turun sebelum hijrah ( dari Mekah ke Madinah ) disebut Ayat Makkiyah. 
Ayat-ayat ini turun selama 12 tahun lebih. Sedangkan yang turun sesudah hijrah dinamakan Ayat Madanniyah. 
Ayat-ayat ini turun selama 10 tahun. Pada umumnya ciri kedua jenis ayat-ayat tersebut berbeda  baik topik dan isinya  maupun gaya bahasanya. 
Ayat Makkiyah biasanya berisi tentang tauhid serta adanya surga dan neraka. Sementara Ayat Madaniyah lebih banyak membicarakan masalah hukum.
Perlu diketahui, ayat-ayat Al-Quran datang tidak  dengan urutan sebagaimana kitab Al-Quran yang sekarang ini berada ditangan umat Islam di seluruh dunia. 
Sebagian ayat turun berdasarkan kebutuhan dan sebagai jawaban atas pertanyaan orang-orang di sekeliling Rasulullah saw.  
Rasulullah dengan petunjuk malaikat Jibrillah yang memberitahukan kepada para sahabat urutan ayat dan surat hingga seperti sekarang ini. Urutan ini sesuai dengan  apa yang dinamakan kitab yang tersimpan di Lauh Mahfuz.
Ad-Dhahak, Mujahid, Ikrimah, As-Sidi dan Abu Hazrah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra : ”Al-Quran diturunkan secara keseluruhan dari sisi Allah, dari Lauh  Mahfuz, melalui duta-duta malaikat  penulis wahyu, ke langit dunia, lalu para malaikat tersebut menyampaikannya kepada Jibril secara berangsur-angsur selama 20 malam dan selanjutnya diturunkan pula oleh Jibril as kepada Rasulullah saw  secara berangsur-angsur  selama 23 tahun”.
Masalah tentang Tauhid atau ke-Esa-an Allah azza wa jalla yang diturunkan di Mekah pada masa awal le-Islam-an adalah masalah yang paling mendasar. 
Ini adalah ajaran yang sama sejak nabi Adam as hingga Rasulullah saw. 
Masyarakat Mekah yang kebanyakan musyrik ( menduakan atau lebih Allah) adalah tantangan besar bagi Muhammad saw,  Rasul terakhir yang baru saja ditunjuk ini.
“ Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. (QS.Al-Ikhlas(112):1-4).
Orang yang pertama mengakui kerasulan ini mudah ditebak yaitu Khadijah ra dan  ponakannya yang memang tinggal satu rumah dengan Rasulullah yaitu Ali bin Abu Thalib. 
Ketika itu Ali baru berusia 10 tahun. Kemudian disusul oleh orang-orang dekatnya seperti karibnya sejak kanak-kanak yaitu Abu Bakar; bekas budaknya yang diperlakukan bagai anak sendiri, Zaid bin Haritsah  dan Ummu Aiman, pengasuhnya ketika kecil.
Rasulullah memulai dakwah di lingkungan keluarganya sendiri dan secara sembunyi-sembunyi pula. Kedua paman Rasulullah yaitu Abbas bin Abdul Muthalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib memeluk Islam pada era tersebut. 
Setelah keluarga dekat yang kemudian tertarik mengikuti ajaran baru ini  adalah orang-orang dari golongan lemah, fakir dan kaum budak.
Selanjutnya Abu Bakar berhasil mengajak beberapa teman dekatnya seperti Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abbi Waqqas dan Thalhah bin Ubaidillah. 
Aisyah, putri Abu Bakar menyusul tak berapa lama kemudian sebagai orang yang ke 21 atau 22 pemeluk Islam.
Ketika Rasulullah merasa bahwa rumahnya tidak lagi cukup untuk menampung para sahabat maka Rasulullahpun memutuskan untuk menggunakan rumah milik Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Madrasah pertama ini terletak tersembunyi di bukit Shafa. Ditempat inilah Rasulllah secara sembunyi-sembunyi menerangkan, mengajarkan dan mempraktekkan ayat-ayat yang diturunkan kepada beliau.
Ayat-ayat turun dengan berbagai cara. Ada yang langsung masuk kedalam hati beliau, kadang malaikat Jibril datang dengan menyamar sebagai tamu laki-laki dan yang dirasa paling berat adalah ketika ayat turun dengan diawali bunyi lonceng yang berdentang nyaring di telinga Rasulullah. 
Para sahabat menuturkan ketika ayat turun dalam keadaan ini, wajah Rasulullah terlihat berpeluh sekalipun saat itu adalah musim dingin. 
Bahkan tidak jarang unta Rasulullah jatuh terduduk saking beratnya menanggung tubuh Rasulullah ketika itu. Ini terjadi ketika ayat turun di tengah perjalanan.
Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata”.
Rasulullah memberitahukan dengan jelas mana ayat-ayat Al-Quran mana hadits Qudsi dan mana hadits nabawiyah. Rasulullah menyuruh para sahabat agar segera menghafal ayat-ayat Al-Quran tersebut begitu ayat-ayat tersebut turun. Para sahabat yang mampu menulis kemudian mencatatnya di berbagai media yang memungkinkan, seperti daun-daunan, pelepah, bebatuan dsb.
Sebaliknya demi menghindari kesalahan dan kerancuan, Rasulullah melarang para sahabat menuliskan hadits, yaitu apa yang dikatakan, dilakukan maupun diamnya nabi. 
Namun beliau tidak melarang menghafalnya.  Hafalan tentang hal tersebut kemudian di sampaikan secara turun temurun kepada anak cucu para sahabat. 
Di kemudian hari pengetahuan dan ilmu tersebut oleh diantaranya Bukhari dan Muslim, di kumpulkan dan dicatat hingga menjadi Hadits Nabawiyah yang sampai kepada kita sekarang ini.
Rasulullah baru mulai berdakwah secara terbuka setelah turun ayat yang memerintakan beliau untuk itu. Ini terjadi setelah Rasulullah berdakwah secara diam-diam selama 3 tahun lamanya dan pengikutnya ada sekitar 40 orang.
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik “. (QS.Al-Hijr (15):94).
( Bersambung )