Jumat, 30 Maret 2012

PESAN UMAR BIN KHATAB

PESAN UMAR BIN KHATAB
Assalamu'alaikum Wr. Wb. 

Dalam sepucuk surat yang dikirimkannya kepada Abu Musa al-Asy'ari, Khalifah Umar bin Khatab r.a, menulis sebagai berikut : 

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang 
Dari Abdullah (hamba Allah), Umar bin Khathtab Amirul Mukminin kepada Abdullah bin Qais : 

Salaamullah 'alaik (Salam sejahtera semoga tetap dilimpahkan oleh Allah atas mu). 

Amma ba'du 
"Sesungguhnya peradilan itu adalah kewajiban yang sangat ditekankan dan sunnah yang harus di-ikuti. Maka curahkanlah segenap daya pikir untuk memahami berbagai masalah bila tugas peradilan diamanatkan kepada anda, karena sesungguhnya tidaklah bermanfaat membicarakan kebenaran tanpa realisasi. 

Sejajarkan hak semua orang dihadapanmu, didalam peradilan dan tempat persidanganmu, sehingga orang yang kaya dan mempunyai kelebihan tidak berkeinginan untuk mengincar apa yang menjadi kesenanganmu, sementara yang lemah tidak akan merasa putus asa dengan keadilanmu. 

Bukti atas suatu tuduhan wajib ditunjukkan oleh pihak penuduh, sementara sumpah itu wajib diberikan oleh pihak yang menolak tuduhan tersebut. 

Perdamaian dikalangan umat Islam itu dibolehkan selama perdamaian itu tidak menghalalkan perkara yang haram atau mengharamkan yang halal. 

Tidak ada salahnya anda mengkaji ulang secara rasio serta mempertimbangkannya berdasarkan pengetahuan anda terhadap keputusan yang telah anda putuskan pada hari ini untuk mencapai suatu kebenaran. ; Karena sesungguhnya kebenaran itu sudah ada sejak dahulu, sementara kembali kepada kebenaran adalah lebih baik daripada berkepanjangan dalam suatu kesalahan. 

Pahamilah segala apa yang tidak terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw serta segala yang meragukan hatimu ! 

Ketahuilah akan hal-hal serupa dan sepadan, lalu dalam kondisi seperti ini, kiaskan dengan hal-hal yang sepadan. Dan laksanakanlah apa yang paling mendekatkan kepada Allah dan mendekati kebenaran. 

Berikan tenggang waktu yang cukup bagi orang yang mengaku punya hak atau bukti, dimana pada saat dilaksanakannya peradilan hak atau bukti tersebut belum dapat ditunjukkan sampai ia sanggup memberikannya. Bila ia mampu memberikan bukti, maka berikanlah hak itu kepadanya, akan tetapi, bila ia tidak bisa memberikan bukti, maka dengan demikian anda boleh melakukan keputusan hukum. 

Cara demikian bertujuan untuk menghindar dari keraguan dan berusaha memberi keterangan kepada orang-orang yang tidak mengerti." 

Dalam suatu peristiwa lain, Khalifah Umar bin Khatab r.a, berbicara dihadapan masyarakat Islam yang isinya : 

"Wahai umat manusia, sesungguhnya aku tidak mengutus para gubernur kepada kalian untuk memukul dan mengambil harta kekayaan kalian. Akan tetapi aku mengutus mereka adalah untuk mengajarkan kepada kalian agama dan sunnah Nabi Saw. 

Barangsiapa diantara kalian diperlakukan dengan perlakuan yang menyimpang dari tugas mereka sebenarnya, maka silahkan melaporkannya kepadaku. Demi dzat yang diri Umar ada ditangan-Nya, sungguh aku akan meng-qishas-nya (membalas dengan hukuman yang sama) !" 

Amr bin Ash kemudian mengajukan pertanyaan : 

"Wahai Amirul Mukminin, bagaimana pendapat tuan jika ada seorang pemimpin dari umat Islam yang melakukan pelanggaran terhadap rakyat, sementara ia telah berjasa membina rakyat, lalu apakah tuan juga akan meng-qishas-nya ?" 

Khalifah Umar menjawab : 
"Demi dzat yang diri Umar ada ditangan-Nya, sungguh ia tetap akan ku qishas, lalu bagaimana aku tidak meng-qishas-nya, sedangkan pernah kulihat Rasulullah Saw melakukan qishas terhadap diri beliau sendiri ? 

Perlu kalian ketahui, janganlah kalian memukul orang Islam yang dengan demikian kalian telah melakukan pelecehan terhadap mereka. Dan janganlah kalian memuji mereka, karena dengan pujian kalian itu, berarti telah mencelakakan mereka, dan janganlah menghalang-halangi hak mereka yang berakibat akan ditentang oleh mereka; dan janganlah menempatkan mereka ditempat yang tidak layak, karena yang demikian itu berarti telah menyia-nyiakan mereka." (Ibnu al-Atsir, al-Kaamil fii at-Taarikh) 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah dan Abu Yusuf dari Sa'id bin Musayyab, bahwa Ma'iz datang kepada Khalifah Umar dan melapor bahwa ia telah melakukan perbuatan keji. 

"Apakah engkau sudah memberitahukan kepada seseorang sebelum engkau memberitahukannya kepada ku ?" tanya Khalifah Umar kepada Ma'iz. 

"Belum." jawa Ma'iz. 

"Maka tutupilah dengan tutup Allah, dan bertobatlah kepada Allah, karena sesungguhnya manusia itu hanya bisa mencemooh, sementara mereka tidak bisa mengubah. Sedangkan bila Allah adalah dzat yang bisa mengubah, sementara Dia tidak mencemooh, maka bertobatlah kepada Allah dan jangan engkau beritahukan kepada seorangpun." demikian nasehat Umar bin Khatab. 

Abdul Hakim meriwayatkan dalam Futuhu Mishra (Sejarah penaklukan Mesir), dari Abu asy-Syaikh dan Ibnu Asakir dari Qais bin Hajjaj, dari orang yang menceritakannya: 

"Ketika Amr bin Ash menaklukkan Mesir, maka para penduduk pun berdatangan kepadanya disaat mereka memasuki bulan Bu'unah dan mengadu kepadanya : 
'Wahai gubernur, sesungguhnya sungai Nil kami ini mempunyai suatu tradisi yang airnya tidak akan mengalir kecuali kalau kita melakukan tradisi tersebut.' 

Amr bin Ash bertanya : 
'Tradisi apakah itu ?'; mereka menjawab : 'Kalau sudah lewat tanggal 12 bulan ini, kami akan mengambil seorang anak gadis dari kedua orangtuanya, kami bujuk lalu ia akan kami hiasi dengan pakaian dan perhiasan yang menawan sampai akhirnya kami lemparkan kesungai Nil.' 

Amr bin Ash lalu berkata kepada mereka : 
'Sesungguhnya tradisi ini tidak ada didalam Islam. 
Islam menghapus segala tradisi para leluhur sebelumnya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.' 

Lalu mereka bersabar menunggu selama 3 bulan berturut-turut (mulai bulan Bu'unah, Abib dan Masra -kalender non Arab yang berlaku di Mesir kala itu) tanpa menjatuhkan seorang korbanpun, tapi tidak sedikitpun air sungai Nil mengalir seperti yang diharapkan sehingga mereka berniat untuk pindah. 

Ketika Amr bin Ash mengetahui peristiwa ini, ia segera berkirim surat kepada Khalifah Umar dikota Madinah yang isinya menceritakan peristiwa tersebut. 
Maka Khalifah Umar bin Khatab memberikan balasan surat yang isinya sebagai berikut : 

"Engkau benar, sesungguhnya Islam menghilangkan segala tradisi para leluhur. 
Bersama surat ini, kukirimkan pula kepadamu beberapa lembar kertas, dan bila surat ini telah sampai kepadamu, maka lemparkanlah lembaran kertas itu kesungai Nil !" 

Setelah surat dari Khalifah Umar ini diterimanya, lalu Amr bin Ash membuka lembaran kertas yang dimaksud, ternyata didalamnya terdapat tulisan : 

"Dari hamba Allah Umar, Amirul Mukminin, kepada sungai Nil penduduk Mesir., 
Amma Ba'du. 
Jika engkau mengalir semata-mata karena dirimu sendiri, maka janganlah mengalir ! 
Namun jika yang mengalirkanmu adalah Dzat yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, maka kami memohon kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa untuk mengalirkanmu. !" 

Sehari sebelum hari salib (salah satu hari berdasarkan kalender Mesir saat itu), Amr bin Ash lalu melemparkan kertas dari Khalifah Umar ini kesungai Nil, sementara penduduk Mesir mulai berkemas untuk pindah kedaerah lain, sebab kesejahteraan mereka di Mesir ketika itu sangat bergantung pada sungai tersebut. 

Maka pada pagi hari, tepatnya pada hari salib, Allah Swt telah mengalirkan air sungai Nil sampai sedalam 16 hasta. Dengan demikian, terhapuslah tradisi buruk itu dari penduduk Mesir." 

Demikianlah sedikit untaian riwayat salah seorang sahabat utama Rasullah Saw yang bernama Umar bin Khatab r.a, yang nama besar dan keagungan jiwanya tidak pernah terlepas dari sejarah peradaban Islam sepanjang masa, semoga ada hikmah yang bisa kita ambil didalamnya dan tentu saja akan menambah khasanah pengetahuan kita bersama. 

Diambil dari buku: 
"Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khatab" 
Ensiklopedia berbagai persoalan Fiqih 
(Fatawa wa Aqdhiyah Amiril Mukminin Umar ibn al-Khathtab) 
Karya Muhammad Abdul Aziz al-Halawi 
Maktabah al-Qur'an, Bulaq - Kairo 1986 
diterjemahkan oleh Wasmukan dan Ust. Zubeir Suryadi Abdullah, Lc Terbitan Risalah Gusti 1999 

Dari buku "Mutiara Nahjul Balaghah" yang diberi Syarah oleh Syaikh Muhammad Abduh, terbitan Mizan 1999 dan diterjemahkan oleh Muhammad al-Baqir, Ali bin Abu Thalib Karramallahu wajhah telah berkata pada hari wafatnya Khalifah Umar bin Khatab r.a, : 

"Alangkah bahagianya! 
Dia telah meluruskan yang bengkok, mengobati sumber penyakit, menghindar dari masa kekacauan dan menegakkan sunnah. 
Ia pergi dalam keadaan bersih; jarang bercela; meraih kebaikan dunia dan selamat dari keburukannya. 

Memenuhi ketaatan kepada Tuhannya dan mencegah diri dari kemurkaan-Nya. 

Ia berangkat meninggalkan umat pada saat mereka berada dijalan-jalan yang saling bersimpangan tak menentu arahnya, sedemikian sehingga yang tersesat sulit memperoleh petunjuk, yang sadar pun tidak mampu meyakinkan diri."